Kamis, 03 Januari 2008

hidroterapi

Air dimanfaatkan sebagai media terapi oleh Dr. Peni Kusumaastuti, Sp.RM. Selain cedera, gangguan encok, rematik, dan saraf bisa dipulihkan. Air hangat yang digunakan untuk terapi membuat sirkulasi darah lancar. Banyak penderita stroke yang menikmati manfaatnya.

Donny, seorang pegawai BUMN, merasakan tubuhnya mendadak lemas dan tak mampu digerakkan, pertengahan tahun lalu. Menurut dokter, ia terkena serangan virus di pangkal susunan saraf tulang belakang. Dua minggu menginap di rumah sakit dengan serangkaian pengobatan, virus yang "mengeram" di tulangnya bisa diusir. Sayang, tubuhnya belum dapat digerakkan.

Atas saran kenalannya, Donny dibawa ke Klinik Dharma Daya Lestari di Jakarta Selatan. Pertama kali datang, ia dipapah karena tidak sanggup berdiri. Di klinik, ia menjalani fisioterapi dengan latihan gerak dalam kolam air panas. Delapan kali terapi, kondisinya membaik, sudah dapat berdiri.

Muthia Kasim mengalami stroke tahun lalu. Setelah dirawat di Singapura, ia menjalani terapi air hangat alias hidroterapi di klinik ini setiap Senin dan Kamis. Hasilnya, lambat tetapi pasti ia mampu menggerakkan organ tubuhnya seperti sedia kala.

Air, menurut Dr. Peni Kusumaastuti, Sp.RM, adalah media terapi yang tepat untuk pemulihan cedera. Pengaruh gaya apung air membuat beban terhadap sendi tubuh berkurang. Selain itu, suhu air yang hangat akan meningkatkan kelenturan jaringan. Hal itulah yang mengurangi rasa nyeri serta memungkinkan hasil terapi didapat secara optimal.

Hidroterapi merupakan salah satu bentuk dari terapi latihan. Metodenya berupa pengobatan menggunakan air hangat. Klinik Dharma Daya Lestari (DDL) menawarkan therapeutical pool (terapi latihan di kolam) yang luasnya 8 x 12 m.

Banyak Keunggulan

Dasar utama penggunaan air hangat untuk pengobatan adalah efek hidrostatik dan hidrodinamik. Dijelaskan Dr. Peni, secara ilmiah air hangat berdampak fisiologis bagi tubuh. Pertama, berdampak pada pembuluh darah. Panasnya membuat sirkulasi darah menjadi lancar.

Kedua, faktor pembebanan di dalam air akan menguatkan otot-otot dan ligamen yang memengaruhi sendi-sendi tubuh. Tak heran, pasien dengan gangguan encok dan rematik sangat baik bila diterapi air hangat. Ketiga, latihan di dalam air berdampak positif terhadap otot jantung dan paru-paru. Latihan di dalam air membuat sirkulasi pernapasan menjadi lebih baik.

Dr. Peni menambahkan, efek hidrostatik dan hidrodinamik pada terapi ini juga membantu dalam menopang berat badan saat latihan jalan. Selain hal-hal positif di atas, air bersuhu 31 derajat Celsius memengaruhi oksigenisasi jaringan, sehingga dapat mencegah kekakuan otot, mampu menghilangkan rasa nyeri, menenangkan jiwa, dan merilekskan tubuh.

"Terapi air hangat mempunyai banyak keunggulan, yakni menurunkan rasa nyeri, memperbaiki bentuk tubuh, dan meningkatkan kemampuan alat gerak," ujarnya. Penderita stroke seperti Muthia, menurut Dr. Peni, akan lebih mudah berjalan di dalam air daripada di darat karena pengaruh gaya apung air membuat tubuh lebih ringan. Jika berjalan di darat, tubuh manusia lebih berat karena mengalami gaya tarik bumi atau gravitasi. Itu sebabnya pasien stroke yang mengalami kelumpuhan cenderung sulit berjalan jika di darat.

Menurutnya lagi, ketika kita masuk dalam kolam air sebatas pusar, berat tubuh tinggal 50 persennya. Bila kita berendam dalam kolam air setinggi dada, berat tubuh akan berkurang sekitar 70 persen. Karena itu, latihan yang sulit dilakukan di darat dapat dilakukan di dalam air.

Hidroterapi sangat baik untuk penderita masalah tulang belakang, misalnya HNP (hernia nucleus polposus) dan skoliosis (kelainan bentuk). Pemberian terapi ini memberi rileksasi, peregangan, dan penguatan otot, yang dimaksudkan agar tulang belakang menjadi lebih stabil dan otot lentur.

Hasil akhirnya, rasa nyeri hilang secara signifikan. Lebih dari itu, terapi ini bisa memperbaiki postur tubuh. Kasus lain yang sering ditangani Dr. Peni adalah mereka yang baru saja menjalani operasi panggul. "Biasanya pasien-pasien ini mengalami kekakuan otot. Setelah melakukan gerakan-gerakan di air, otot yang kaku bisa dilenturkan kembali. Pasien pun akan merasa lebih nyaman dan rileks," tuturnya.

One on One

Ada beberapa kedalaman kolam air yang diprogramkan Dr. Peni kepada pasien-pasiennya di Klinik DDL, yakni 90, 120, dan 180 cm. Pasien stroke yang baru pertama kali berlatih berjalan diterapi di kolam dengan kedalaman 90 cm. Kolam dengan kedalaman 120 cm dan 180 cm ditujukan untuk pasien yang ingin melatih sendi dan otot-otot menggunakan alat bantu tambahan, seperti dumbel ataupun bola.

Menurut Dr. Peni, penanganan satu kasus dengan kasus lainnya berbeda-beda. Untuk itu, terlebih dahulu pasien diminta berkonsultasi dengan dokter rehabilitasi medik di Klinik DDL. Selanjutnya, ia akan memberikan program-program latihan. Dalam setiap satu sesi terapi, ia selalu mengajak pasien melakukan evaluasi program. Begitu seterusnya hingga program yang ditentukan berakhir.

Kunci keberhasilan penyembuhan ada pada semangat dan kedisiplinan pasien, terutama dalam hal berlatih. Ia mengharapkan pasien disiplin berlatih, sehingga otot tidak menjadi kaku lagi. Pada praktiknya, di setiap sesi latihan di dalam air pasien mendapatkan sistem one-on-one, artinya satu terapis untuk satu pasien. Terapisnya sendiri, kata Novi Tri Lesmono, PR & Marketing Klinik DDL, setiap 6 bulan sekali mendapat bekal pengetahuan dari instruktur yang didatangkan secara khusus dari Amerika Serikat.

Secara umum, mereka yang menderita penyakit kulit menular, ada luka, dan sensitif terhadap air sebaiknya tidak menjalani terapi ini. Juga pasien hidrofobia (takut air) dan tidak dapat mengontrol buang air besar maupun air kecil.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda